Selasa, 05 April 2011

Artikel Ilmiah Pendidikan Kimia (Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5 Fase)

Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5 Fase (LC 5e) pada Kajian Mikroskopis Mata Pelajaran Kimia untuk Sekolah Menengan Atas
Wilda Ulin Nuha / 093194211
Pendidikan Kimia UNESA

Abstrak
Salah satu upaya peningkatan kualitas pendidikan Indonesia yakni pemberlakuanKurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini mengarahkan pada proses pembelajaran konstruktivistik. Salah satu model pembelajaran yang mengacu pada proses pembelajaran konstruktivistik yakni model pembelajaran Learning Cycle 5 Fase.
Untuk mengetahui imbas penerapan metode pembelajaran Learning Cycle 5 fase ini pada pembelajaran kimia Sekolah Menengan Atas khususnya pada kajian mikroskopis, maka dilakukan studi literatur dari banyak sekali penelitian. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa hasil mencar ilmu siswa dari aspek kognitif, afektif dan psikomotor dengan menerapkan metode ini mengalami peningkatan.
Dalam penerapannya dalam proses pembelajaran , perlu diantisipasi beberapa hal yang dianggap sanggup menjadi penghambat dalam penerapan metode Learning Cycle ini, diantaranya yakni penguasaan materi yang diajarkan oleh guru. Sehingga dalam membimbing siswanya, tidak terjadi miskonsepsi.
Kata kunci : konstruktivistik, learning cycle, konsep mikroskopis, kimia.
A. Pendahuluan
Dewasa ini pendidikan nasional sedang dihadapkan pada banyak sekali krisis yang perlu mendapat penanganan secepatnya, di antaranya yakni mewujudkan sumber daya insan (SDM) yang bermartabat, unggul dan berdaya saing.
Karakteristik masyarakat global ditandai dengan adanya kemampuan mengelola informasi, mengelola sumber daya, mengelola hubungan sosial, menglola diri, bersikap fleksibel, bisa memecahkan masalah, bisa mengambil keputusan, bisa beradaptasi, bisa berpikir kreatif, sanggup memotivasi diri, dan bisa menyusun pertimbangan.(Harsanto, 2007:14)
Untuk mewujudkan generasi yang tidak hanya bisa bertahan dalam masa global, tapi juga sanggup menguasai globalisasi, perlu adanya desain kurikulum yang konkret.
Salah satu upaya yang telah dilakukan yakni pembaharuan kurikulum, dengan menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pelaksanaan KTSP menekankan pembelajaran berorientasi pada paradigma konstruktivistik. Menurut aliran konstruktivistik ini, pengetahuan mutlak diperoleh dari hasil konstruksi kognitif dalam diri seseorang melalui pengalaman yang diterima lewat panca indera.
Adanya paradigma konstruktivis besar lengan berkuasa pada taktik pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Pada proses pembelajaran guru bertindak sebagai sebagai fasilitator. Dalam hal ini muridlah yang berperan aktif dan bertanggung jawab terhadap proses dan hasil belajar, pembelajaran menyerupai ini disebut pembelajaran yang berpusat pada siswa atau Student centered.
Kajian ilmu kimia sebagian besar bersifat ajaib (seperti ion, molekul, senyawa, entalpi), karakteristik kimia yang demikian itu, menciptakan mata pelajaran kimia menjadi salah satu pelajaran yang dianggap sulit oleh siswa. “Konsep-konsep kimia hanya akan sanggup dipahami dengan baik jikalau individu telah berbagi kemampuan berfikir yang tidak hanya menjangkau hal-hal yang bersifat nyata saja, tapi juga hal-hal yang abstrak.”(Kavanaugh, 1981 dalam Nazriati dan Fajaroh, 2007).
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Nazriati dan Fauziatul Fajaroh dalam penelitiannya mengenai pemahaman konsep siswa kelas XII Sekolah Menengan Atas Al-Ma’arif Malang bahwa hanya 4% siswa yang bisa menguasai konsep-konsep ajaib tersebut (Fajaroh dan Nazriati, 2007).
Kurangnya pemahaman mengenai konsep-konsep ajaib ini, sanggup direduksi atau bahkan dicegah sama sekali bila proses pembelajaran dalam kelas memakai metoda atau pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan potensi dan kondisi siswanya.
Salah satu model pembelajaran yang sanggup dipakai dalam pembelajaran kimia yakni model pembelajaran learning cycle.
learning cycle merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered), berupa rangkaian tahap-tahap aktivitas (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehinga siswa sanggup menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif (Fajaroh dan Dasna :2004).
Learning cycle yang akan dibahas dalam artikel ini yakni learning cycle yang terdiri dari 5 fase, yaitu fase pendahuluan (engangement), eksplorasi (exploration), penjelasan (explaination), penerapan konsep (elaboration), dan fase penilaian (evaluation).
Dengan model ini, konsep-konsep ilmu kimia yang dipelajari siswa diduga lebih tahan usang berada dalam memori siswa dan bahkan sangat mungkin menjadi pengetahuan yang fungsional yang sanggup diaplikasikan siswa nantinya dalam kebutuhan sehari-hari.
B. Belajar Konstruktivis
Aliran konstruktivis diawali oleh seorang epistemolog itali, Giambatisca Vico. Kemudian aliran ini dikembangkan oleh Jean Piaget yang menyampaikan bahwa “mengerti yakni proses penyesuaian intelektual antara pengalaman dan inspirasi gres dengan pengetahuan yang telah dimilikinya, sehingga sanggup terbentuk pengertian baru”.(Suparno, 1997:33 dalam Suwarno, 2006).
Pembelajaran yang memakai pendekatan konstruktivis ini menempatkan siswa sebagai subyek mencar ilmu dan bertanggung jawab atas proses belajarnya. Pengajar menjadi narasumber yang melontarkan gagasan yang akan diolah, diseleksi, dan dikritisi atau bahkan ditolak oleh pembelajar.
Pembelajaran harus dikemas menjadi suatu proses mengkonstruksi pengetahuan yang diciptakan dalam pikiran siswa sebagai hasil dari interaksi panca indera siswa dengan dunianya sehingga pengetahuan tidak semata-mata ditransfer oleh guru kepada siswa. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berkhasiat bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide, lantaran guru tidak akan bisa memperlihatkan semua pengetahuan kepada siswa. Keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran mendukung siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri, sehingga pembelajaran akan berpusat pada siswa bukan pada guru (Nurhadi, 2004 dalam Amelia 2008).
Sejalan dengan pemikiran mengenai pembelajaran konstruktivis, Winkel menyampaikan :
proses mencar ilmu yakni proses psikologis, merupakan aktivitas mental yang tidak sanggup disaksikan dari luar. Apa yang terjadi pada diri seseorang yang mencar ilmu tidak sanggup diketahui secara langsung, hanya dengan mengamati orang itu melaksanakan sesuatu yang menampakkan kemampuan yang telah diperolehnya dari belajar.(Winkel, 1991:35 dalam Harsanto, 2007:21).
Adapun prinsip-prinsip dalam konstruktivisme berdasarkan Suparno (1997) yakni sebagai berikut : (1) Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif, (2) Tekanan pada proses mencar ilmu terletak pada siswa. (3) Mengajar yakni proses membantu siswa, (4) Tekanan dalam proses mencar ilmu lebih pada proses bukan pada hasil akhir, (5) Kurikulum menekankan partisipasi siswa, (6) Guru yakni fasilitator. Dalam pembelajaran konstruktivistik siswa harus berpikir kritis, menganalisis, membandingkan, menggeneralisasi, menyusun hipotesis sampai mengambil kesimpulan dari problem yang ada, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan motivator mencar ilmu siswa, menata lingkungan mencar ilmu siswa semoga sanggup melaksanakan aktivitas mencar ilmu mengajar dengan sebaik-baiknya.
C. Learning Cycle
Learning cycle merupkan model pembelajaran yang kegiatannya berpusat pada siswa (student centered). Learning Cycle pada mulanya terdiri dari 3 fase, yaitu fase eksplorasi (exploration), fase pengenalan konsep (concept introduction), dan fase aplikasi (concept application). Kemudian disempurnakan menjadi 5 fase, yaitu ditambahkan tahap engagement sebelum fase exploration dan ditambahkan pula fase evaluation pada kepingan selesai siklus. Pada model 5 fase ini, tahap concept introduction dan concept application masing-masing diistilahkan menjadi explanation dan elaboration. Karena itu Learning Cycle 5 Fase ini juga disebut LC 5E (Engagement, Exploration, Explanation, Elaboration, dan Evaluation). 
 pada Kajian Mikroskopis Mata Pelajaran Kimia untuk Sekolah Menengan Atas  artikel ilmiah pendidikan kimia (penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5 fase)
Tahap engagement bertujuan untuk mempersiapkan siswa semoga terkondisi dalam memasuki fase berikutnya dengan jalan mengeksplorasi pengetahuan awal dan ide-ide siswa, serta untuk mengetahui adanya miskonsepsi pada pembelajaran sebelumnya. Pada tahap ini keingintahuan siswa berusaha untuk dibangkitkan dengan diajak untuk memprediksi ihwal suatu masalah/fenomena yang akan dibuktikan pada tahap eksplorasi.
Tahap eksplorasi memperlihatkan kesempatan pada siswa untuk berkelompok tanpa pengajaran eksklusif untuk menguji prediksi, melaksanakan dan mencatat pengamatan serta ide-ide melalui aktivitas menyerupai praktikum atau telaah literatur.
Selanjutnya yakni fase explanation, pada tahap ini guru harus mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri, meminta bukti dan penjelasan dari penjelsan mereka, dan mengarahkan untuk aktivitas diskusi. Hasil yang dibutuhkan pada fase ini yakni siswa bisa menemukan istilah-istilah dan konsep yang sedang dipelajari.
Fase selanjutnya yakni fase elaboration (extention), siswa menerapkan konsep dan keterampilan dalam situasi gres melalui praktikum lanjutan atau problem solving.
Fase terakhir, yaitu evaluation, dilakukan penilaian terhadap efektifitas fase-fase sebelumnya dan juga penilaian terhadap pengetahuan, pemahaman konsep, atau kompetensi siswa melalui problem solving dan konteks gres yang kadang kala mendorong siswa untuk melaksanakan pemeriksaan lebih lanjut.
Berikut yakni diagram fase-fase learning cycle yang telah dijelaskan sebelumnya
Berdasarkan tahapan-tahapan dalam metode pembelajaran terencana menyerupai yang telah dipaparkan diatas, dibutuhkan siswa tidak hanya mendengar keterangan guru, tetapi sanggup berperan aktif untuk menggali dan memperkaya pemahaman mereka terhadap konsep-konsep yang dipelajari.
D. Implementasi Learning Cycle pada Mata Pelajaran Kimia.
Piaget menyatakan bahwa mencar ilmu merupakan pengembangan aspek kognitif yang meliputi : struktur, isi, dan fungsi. Struktur intelektual yakni organisasi-organisasi mental tingkat tinggi yang dimiliki individu untuk memecahkan masalah-masalah. Isi yakni sikap khas individu dalam merespon problem yang dihadapi. Sedangkan fungsi merupakan proses perkembangan intelektual yang meliputi penyesuaian dan organisasi (Arifin, 1995 dalam Fajaroh, 2007). Adaptasi sendiri terdiri dari asimilasi dan akomodasi.
Pemikiran piaget tersebut kemudian dikembangkan oleh Karplus dan Their menjadi sebuah taktik pembelajaran. Dalam hal ini siswa diberi kesempatan untuk mengasimilasi informasi dengan cara eksplorasi lingkungan, mengakomodasi informasi dengan cara berbagi konsep, mengorganisasikan informasi dan menghuungkan konsep-konsep gres dengan memakai atau memperluas konsep yang telah dimiliki untuk menjelaskan suatu fenomena yang berbeda. Teori Piaget dan Karplus tersebut kemudian dikembangkan mejadi fase pembelajaran yaitu fase eksplorasi, pengenalan konsep, dan aplikasi konsep yang di kenal dengan Learning Cycle.
Pengembangan fase-fase Learning Cycle menjadi 5 fase masih tetap berkorespondensi dengan mental functioning dari piaget. Fase engagement dalam LC 5E termasuk dalam proses asimilasi, sedangkan fase evaluation masih merupakan fase organisasi.
Walaupun fase-fase LC sanggup dijelaskan dengan teori piaget, LC juga intinya lahir dari paradigma konstruktivisme mencar ilmu yang lain, termasuk teori konstruktivisme sosial Vigotsky dan teori mencar ilmu bermakna Ausubel (Dasna, 2005). LC melalui aktivitas dalam tiap fase mewadahi siswa untuk secara aktif membangun konsep-konsepnya sendiri dengan cara berinteraksi dengan lingkungan fisik maupun sosial.
Implementasi Learning Cycle dalam pembelajaran sesuai dengan pandangan konstruktivis yaitu :
1. Siswa mencar ilmu secara aktif, siswa mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja dan berfikir, pengetahuan dikonstruksikan dari pengalaman siswa.
2. Informasi gres dikaitkan dengan denah yang telah dimiliki siswa, informasi gres yang dimiliki siswa berasal dari interpretasi individu.
3. Orientasi pembelajaran yakni pemeriksaan dan inovasi yang merupakan pemecahan masalah.
Kimia merupakan komponen dari mata pelajaran IPA, akan sangat sesuai bila dalam pembelajarannya memakai model pembelajaran Learning Cycle, hal ini dikarenakan kimia merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari peristiwa-peristiwa alam secara molekuler.
Hasil-hasil penelitian akademi tinggi dan sekolah menengah ihwal implementasi Learning Cycle pada dalam pembelajaran sains memperlihatkan keberhasilan model ini dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil mencar ilmu siswa (Fajaroh dan Dasna, 2004).
Marek dan Methven (dalam Fajaroh dan Dasna, 2004) menyatakan bahwa siswa yang gurunya mengimplementasikan LC (Learning Cycle) memiliki keterampilan menjelaskan lebih baik daripada siswa yang gurunya menerapkan metode ekspositori.
Cohen dan Clough (ibid) menyatakan bahwa Learning Cycle merupakan taktik jitu bagi pembelajaran sains disekolah menengah lantaran sanggup dilakukan secara luwes dan memenuhi kebutuhan nyata guru dan siswa.
Berikut akan disajikan pola dari hasil penelitian mengenai penerapan Learning Cycle dalam pembelajaran kimia.

1. Skripsi Lutfi Nur Azizah, tahun 2007 Universitas Negeri Malang, Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5 Fase pada Pokok Bahasan Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas XI Sekolah Menengan Atas Negeri I Talun Kabupaten Blitar Tahun Ajaran 2006/2007

Penelitian yang dilakukan memakai rancangan eksperimental semu. Populasi yang diambil yakni siswa kelas XI Sekolah Menengan Atas Negeri 1 Talun Blitar. Sampel terdiri dari kelas eksperimen dan kelas kontrol yang penentuannya dilakukan secara acak. Instrumen dalam penelitian yakni tes dan angket. Teknik analisis data yang dipakai yakni analisis statistik dan analisis deskriptif.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa: (1) Ada perbedaan hasil mencar ilmu siswa yang diajar memakai model pembelajaran Learning Cycle (LC) 5 Fase dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, dimana rata-rata nilai hasil mencar ilmu siswa yang diajar dengan model pembelajaran Learning Cycle (LC) 5 Fase lebih tinggi (81,13) daripada dengan pembelajaran konvensional (74,53), (2) Keaktifan siswa yang diajar dengan model pembelajaran Learning Cycle 5 Fase lebih banyak (39% siswa menjawab, 22,4% siswa menanggapi, dan 21,5% siswa bertanya) daripada siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional (20,2% siswa menjawab, 9,2% siswa menanggapi, dan 8,3% siswa bertanya), (3) Persepsi siswa memperlihatkan bahwa sebanyak 71,05% siswa menyatakan persepsi yang positif terhadap pelajaran Kimia dan sebanyak 63,16% siswa menyatakan persepsi positif terhadap model pembelajaran Learning Cycle 5 Fase.

2. Skripsi Uliyatid Dayyinati, tahun 2009 Universitas Negeri Malang, Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5 E Berbantuan Media Komputer untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kimia pada Materi Pokok Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit Siswa Kelas X MAN 3 Malang.

Pada penelitian ini dipakai rancangan penelitian eksperimen semu yang melibatkan satu kelas kontrol dan satu kelas eksperimen. Populasi penelitian yakni siswa kelas X MAN 3 Malang dengan sampel dua kelas dari kelas X. Instrumen yang dipakai diantaranya instrumen perlakuan berupa silabus, planning pembelajaran dan lembar kerja siswa dan instrumen pengukuran hasil perlakuan berupa tes, lembar observasi dan angket jawaban siswa terhadap pembelajaran yang menerapkan model learning cycle 5 E berbantuan media komputer. Data yang diperoleh dianalisis dengan tenik inferensial komparasi memakai uji-t.

Berdasarkan nilai uji-t, tidak terdapat perbedaan prestasi mencar ilmu yang signifikan antara siswa yang dibelajarkan dengan model learning cycle 5 E berbantuan media komputer dengan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran learning cycle 5 E (nilai Sig. (0,726) > 0,05. dan thitung (0,352) < ttabel (1,994)). Nilai rata - rata hasil mencar ilmu kelompok kontrol 76,4 dan kelompok eksperimen sebesar 77,2. Tidak terdapat perbedaan hasil mencar ilmu ini disebabkan pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran learning cycle 5 E berbantuan media komputer menyerupai dengan pembelajaran yang memakai model pembelajaran learning cycle 5 E tanpa santunan komputer dan penerapan model pembelajaran learning cycle 5E telah memfasilitasi siswa untuk mencar ilmu dan membangun pengetahuannya sendiri. Namun, pemahaman konsep mikroskopis larutan elektrolit dan non elektrolit pada siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan pada siswa kelas kontrol. Berdasarkan hasil angket, siswa memberi-kan respon sangat positif terhadap penerapan model pembelajaran learning cycle 5 E berbantuan media pembelajaran komputer yakni 80,1% . Rata-rata hasil penilaian media oleh siswa sebesar 82,5% dengan kriteria layak. Artinya penggunaan media ini efektif dalam meningkatkan motivasi dan hasil mencar ilmu siswa. Hal ini sanggup dilihat dari nilai kuis, nilai afektif dan psikomotor siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol.

3. Tesis Fatimah Zahri, tahun 2010 Universitas Negeri Malang, Pengaruh Model Pembelajaran Learning Cycle terhadap Kualitas Prose, Hasil Belajar dan Retensi Hasil Belajar Siswa pada Materi Pokok Asam Basa Kelas XI IPA SMAN 1 Indrapuri Aceh Besar.

Penelitian ini memakai rancangan deskriptif dan eksperimen semu. Rancangan deskriptif dipakai untuk menggambarkan kualitas proses mencar ilmu mengajar dan persepsi siswa terhadap penerapan model pembelajaran LC-6 dan model pembelajaran konvensional. Rancangan eksperimen semu dipakai untuk mempelajari hasil mencar ilmu siswa dan retensi sesudah pembelajaran dengan memakai model LC-6 dan model konvensional. Subjek penelitian ini yakni siswa dari dua kelas XI IPA SMAN 1 Indrapuri Aceh Besar, tahun fatwa 2009/2010 yang terdiri dari 27 siswa setiap kelasnya. Salah satu dari kelas tersebut proses pembelajarannya memakai model LC-6 dan yang lainnya diajarkan dengan model konvensional. Uji t dipakai untuk membandingkan hasil mencar ilmu siswa dan retensi yang diperoleh dari pembelajaran dengan model LC-6 dan model konvensional. Siswa yang diajar dengan model pembelajaran LC-6 dan model konvensional memakai buku teks kimia yang sama.

Temuan penelitian adalah: (1) hasil mencar ilmu siswa yang diajar dengan model pembelajaran LC-6 lebih tinggi dari hasil mencar ilmu siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional, (2) tes retensi pertama dan kedua memperlihatkan bahwa retensi siswa model pembelajaran LC-6 lebih baik daripada retensi siswa model pembelajaran konvensional, (3) kualitas proses mencar ilmu mengajar model pembelajaran LC-6 yakni lebih baik daripada model pembelajaran konvensional, (4) siswa yang diajar dengan memakai model LC-6 merespon positif terhadap penerapan model pembelajaran, sedangkan siswa yang diajar dengan model konvensional merespon netral terhadap model pembelajaran yang diterapkan.

Dilihat dari dimensi guru penerapan taktik ini memperluas wawasan dan meningkatkan kreatifitas guru dalam merancang aktivitas pembelajaran. Sedangkan ditinjau dari dimensi siswa penerapan taktik ini sanggup memberi laba sebagai berikut :
- meningkatkan motivasi mencar ilmu lantaran siswa dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran
- membantu berbagi sikap ilmiah siswa
- pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Namun, selain kelebihan yang didapat jikalau memakai model pembelajaran ini, terdapat pula kekurangan-kekurangan yang sepatutnya diantisipasi, yaitu :
- efektifitas pembelajaran rendah jikalau guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran
- menuntut kesungguhan dan kreatifitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran
- memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi.
- memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun planning dan melaksanakan pembelajaran.
Untuk mengefektifkan penerapan Learning Cycle, maka lingkungan mencar ilmu yang perlu diupayakan yakni :
- tersedianya pengalaman mencar ilmu yang berkaitan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa
- tersedianya banyak sekali alternatif pengalaman mencar ilmu jikalau memungkinkan
- terjadinya transmisi sosial, yakni interaksi dan kolaborasi individu dengan lingkungannya
- tersedianya media pembelajaran yang memadai
- kaitkan konsep yang dipelajari dengan fenomena sedemikian rupa sampai siswa terlibat secara emosional dan sosial yang menyebabkan pembelajaran berlangsung menarik dan menyenangkan.
E. Penutup
Perlunya pembaharuan kuriklum untuk mencetak generasi yang sanggup bergabung dalam arus globalisasi, mendorong lahirnya metoda pembelajaran yang berhaluan konstruktivis. Salah satu metode pembelajaran yang sanggup menjadi alternatif yakni Learning Cycle 5 fase (LC 5E). Metoda ini mengkondisikan siswa sebagai sentra aktivitas pembelajaran (student Centered). Dengan metoda ini dibutuhkan terjadinya peningkatan pemahaman siswa pada konsep materi kimia yang diajarkan.
Beberapa penelitian telah menemukan adanya kelebihan pada hasil mencar ilmu siswa dengan memakai metode learning cycle. Namun ada juga kelemahan yang perlu diantisipasi dalam penerapan metode ini, salah satunya yakni tuntutan pada guru untuk sanggup menguasai materi secara baik, sehingga miskonsepsi tidak terjadi.
F. Daftar Pustaka
- Harsanto, Radno. 2007. Pengelolaan Kelas yang Dinamis, Paradigma Baru Pembelajaran Menuju Kompetensi Siswa. Yogyakarta: Kanisius.
- Suwarno, Wiji. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Ar-ruzz media.
- Gunawan, Adi.W.. 2007. Genius Learning Strategi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
- Rahman, Fauzi. 2009. Pembelajaran Kimia di Sekolah Menengan Atas : Korelasi Antara Dunia Atom, Dunia Lambang dan Dunia Makroskopik (Online).
- Fajaroh, Fauziatul dan I Wayan Dasna. 2004. “Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (learning Cycle)” (online). http://massofa.wordpress.com/2008/01/06/pembelajaran-dengan-model-siklus-belajar-learning-cycle/. Diakses pada tanggal 18 Desember.2010.
- Amelia. 2008. Skripsi : “Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5 Fase (LC 5E) dengan Memperhatikan Gaya Belajar Siswa SMPN 1 Situbondo Tahun Ajaran 2008/2009 Pokok Bahasan Perubahan Materi” (online). http://karya-ilmiah.um.ac.id. Diakses pada tanggal 19 Desember 2010.
- Nazriati,dan Fauziatul Fajaroh. 2007. “Pengaruh Penerapan Model Learning Cycle dalam Pembelajaran Kimia Berbahan Ajar Terpadu (Makroskopis Mikroskopis) terhadap Motivasi, Hasil Belajar dan Retensi Kimia Siswa SMA” (dalam Jurnal Penelitian Kependidikan No 2 Desember 2007) (online). http://www.lipi.go.id. Diakses pada tanggal 16 November 2010.
- Azizah, Lutfi Nur. 2007. Skripsi : “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5 Fase pada Pokok Bahasan Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas XI Sekolah Menengan Atas Negeri I Talun Kabupaten Blitar Tahun Ajaran 2006/2007”. Malang: UM.
- Dayyinati, Uliyatid. 2009. Skripsi : “Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5 E Berbantuan Media Komputer untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kimia pada Materi Pokok Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit Siswa Kelas X MAN 3 Malang”. Malang: UM
- Zahri, Fatimah. 2010. Tesis : “Pengaruh Model Pembelajaran Learning Cycle terhadap Kualitas Prose, Hasil Belajar dan Retensi Hasil Belajar Siswa pada Materi Pokok Asam Basa Kelas XI IPA SMAN 1 Indrapuri Aceh Besar”. Malang: UM

0 komentar:

Posting Komentar